Rabu, 16 Mei 2018

Tarawih

Dalam sejarahnya, Kanjeng Nabi memang hanya pergi tiga hari saja ke masjid untuk shalat terawih. Itupun hanya dilakukan pada tanggal 23, 25, dan 27 Romadhon saja. Shalat yang dikerjakannya pun hanya sampai 8 rakaat saja. Adalah Umar bin Khattab yang menjadikan shalat terawih 20 rakaat (belum termasuk witir) seperti sekarang ini. Kemudian Umar bin Abdul Aziz malah menambahkan jumlahnya menjadi 36 rakaat.

Tentang berapa jumlah rakaat shalat terawih yang sebenarnya memang rumit, serumit hubunganmu dengan gebetanmu lah. Uhuukk.

Awalnya memang Nabi hanya shalat terawih 3 hari saja masing-masing 8 rakaat. Nabi melakukannya karena khawatir shalat yang sedang dikerjakannya dianggap sebagai kewajiban oleh umatnya. Hal ini karena Nabi sudah memprediksi umatnya akan keberatan melaksanakannya (apabila diwajibkan). Mungkin Nabi sudah tahu bahwa di jaman akhir banyak mal-mal megah dibangun ditambah dengan diskon besar-besaran menjelang idul fitri yang pasti akan sangat sulit ditolak oleh ibu-ibu. Belum lagi pasar malam yang berisi aneka permainan dan cewek-cewek yang uuuwwwuuu yang kamprernya dibuka pas bulan Ramadhan. Belum lagi aneka ajakan bukber yang terkadang lokasinya jauh dari masjid sehingga mau terawih juga malas. Pokoknya terawih itu berat kalau diwajibkan.

Setelah 8 rakaat shalat terawih di masjid, Nabi kemudian pulang diikuti para sahabatnya. Namun, dalam riwayat disebutkan bahwa Nabi dan para sahabat tetap melanjutkan shalat terawih sampai dua puluh rakaat. Hal ini dapat dibuktikan dari rumah-rumah para sahabat yang mengeluarkan suara gemuruh, seperti gemuruhnya suara lebah.

Kemudian shalat terawih sempat break beberapa tahun lamanya. Nah, kan, sama seperti hubunganmu dengan gebetan yang sempat break juga.

Umar bin Khattablah yang kemudian menghidupkan kembali sunnah ini. Akan tetapi dengan langsung menjalankannya 20 rakaat dan dilakukan secara berjama'ah di masjid. Umar menunjuk Ubai bin Ka'ab sebagai imam. Mengingat hal ini tidak pernah dilakukan sebelumnya oleh Nabi, Umar menyebutkan bahwa jika ini bid'ah, maka inilah ni'matul bid'ah (sebagus-bagus bid'ah).

Adapun 36 rakaat yang dikerjakan oleh Umar bin Abdul Aziz dikarenakan beliau menjalankan terawih di Madinah, sedangkan saat itu di Masjidil haram setiap 4 rakaat shalat terawih selesai dilakukan thawaf satu kali. Thawaf hanya bisa dilakukan di Masjidil Haram sehingga Umar bin Abdul Aziz mengganti setiap thawafnya dengan 4 rakaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tarling: Akulturasi Dini Santri

Sebuah Refleksi. Setiap ramadan tiba, pesantren kami (Al-Munawwir, Gringsing) melakukan kegiatan yang mungkin tidak dilakukan pesantren lai...