Sabtu, 19 Mei 2018

Daftar Kiai NU yang Menyiarkan Pengajian Posonan Live Streaming

Dalam tradisi pesantren dikenal istilah "posonan". Posonan sendiri diambil dari bahasa Jawa "poso" yang berarti puasa. Secara istilah, posonan berarti nyantri di pondok pesantren khusus selama bulan Ramadan saja. Dalam Bahasa Indonesia ada istilah pesantren kilat. Nah, posonan kurang lebih seperti itu, meskipun tidak kilat-kilat banget juga sih. Di pesantren kami dulu intensitas ngaji saat posonan malah lebih lama dibanding hari biasa. 
Tentu ada yang berbeda antara ngaji biasa dengan posonan. Dari kitab yang dikaji, lazimnya kitab-kitab yang dikaji saat posonan adalah kitab yang sehari-harinya tidak diajarkan di pondok tersebut. Metode pembelajarannyapun berbeda. Umumnya posonan digunakan untuk mengejar maknanya saja (nggoleki makno), sangat jarang diterangkan. Kitab posonan umumnya selesai dibacakan bahkan sebelum Ramadan berakhir. Bahkan ada pondok pesantren yang mempunyai tradisi selesai membaca Tafsir Jalalain selama posonan. Tidak semua pesantren seperti itu. Tergantung kebijakan dari kiainya. Ada juga kiai yang memilih membaca kitab yang tipis-tipis saja dan menerangkan dengan panjang lebar. 
Perbedaan metode mengajar yang digunakan itulah biasanya yang membuat sebagian santri memilih posonan di pesantren lain, tidak di pesantrennya sendiri. Selain ingin merasakan bagaimana rasanya diajar oleh kiai lain, yang membuat sebagian santri posonan di tempat lain adalah ingin merasakan iklim di pesantren lain. Santri dari pondok kecil yang ingin merasakan bagimana rasanya mondok di pesantren besar tapi terbentur oleh alasan tertentu biasanya menggunakan kesempatan posonan ini, begitu juga sebaliknya. Semacam studi banding atau KKL lah. Hahaha. 
Nah, buat santri yang belum punya kesempatan untuk posonan di pondok besar dengan kiai besar tidak perlu khawatir. Enaknya jadi santri zaman now adalah banyak kiai-kiai besar yang ilmunya mumpuni membuka pengajian posonan dan disiarkan langsung di media sosial. Cukup siapin kuota yang banyak, kopi dan cemilan pengajian dari kiai-kiai besar di Indonesia bisa langsung disimak. Uuueeennnakkk to???? Berikut adalah daftar kiai yang melakukan live streaming selama bulan Ramadan. Sebagai catatan, yang saya share di sini hanya kiai yang membacakan kitab ya. Kalo cuman ceramah saja nanti Sugik Nur mengajukan diri lagi. Iddddiiihh, Ora sudi!!!! 

1. KH. A.Mustofa Bisri (Gus Mus).
Meskipun kiai sepuh, tapi Gus Mus adalah salah satu kiai yang melek media sosial. Rasa-rasanya beliau punya akun di setiap media sosial menstream dengan follower yang tidak sedikit. Mulai dari Facebook (Ahmad Mustofa Bisri), Twitter (@gusmusgusmu ), Instagram ( @s.kakung ), dan Youtube (Gus Mus Chanel). Di posonan kali ini Gus Mus membaca kitab Taj al-Arus al-Hawi li Tahdzib al-Nufus yang bisa didownload di sini 
 Adapun pengajian Gus Mus bisa disimak setiap bakda tarawih di chanel Youtube beliau di link berikut

2. Prof. Quraish Shihab
Kalau ini tidak perlu kuota. Cukup pastikan listrik di rumahmu menyala pas sahur dan sebuah pesawat televisi yang punya chanel Metro TV. Seperti biasanya, beliau membacakan kitab tafsir al-Misbah karya beliau sendiri. Kendalanya adalah kamu harus rebutan chanel dengan orang tuamu, karena biasanya orang tua, terutama ibu, lebih suka program lomba dai yang disiarkan di stasiun televisi lain. Belum lagi kalau ibu sudah mengeluarkan kata-kata saktinya "Kae pinter meni lek ceramah. Kowe iso koyo ngono porak, Lee?"
Ampun maaaaakkkk!!!

3. KH. Said Aqil Siradj
Setahu saya inilah posonan yang paling berat diikuti secara live streaming. Bukan karena kitabnya, tapi waktunya itu lho yang harus bersaing dengan waktu tidur yang paling nikmat di bulan puasa; bakda subuh. Tapi yang kapan lagi bisa ngaji langsung dengan ketua umum Tanfidziyah PBNU?
Kia Said membaca kitab Nashoihul Ibad Pengajian Kang Said bisa disimak di sini

4. Gus Yusuf Khudhori
Beliau ini adalah pengasuh pondok pesantren Tegalrejo, Magelang. Itu lhoh, salah satu pesantren legendaris yang bahkan Presiden RI keempat, Gus Dur, pernah nyantri di sana.
Gus Yusuf membaca kitab Risalatul Burdah selama bulam Ramadan setiap pukul 5.15 WIB. Pengajian Gus Yusuf bisa disimak di sini

5. Gus Ulil Abshar Abdalla
Berbicara ngaji live streaming, rasanya tak lengkap bila tidak membahas Gus Ulil. Sejak Ramadan tahun lalu beliau sudah aktif membacakan kitab Ihya' Ulumuddin-nya Imam Ghazali. Dalam perkembangannya, beliau bahkan sudah beberapa kali mengadakan kopdar Ihya' (ngaji Ihya' secara live tapi berpindah-pindah lokasi) dan masih terus berlanjut sampai sekarang. Selain Ihya, posonan kali ini beliau juga mengkaji kitab Himayat al-Kanais fi al-Islam (khusus Sabtu-Minggu). Materi pengajian Ihya (selama sepuluh hari) bisa didownload di  sedangkan kitab .Himayat al-Kanais fi al-Islam dapat didownload di sini Adapun pengajiannya bisa disimak di Facebooknya beliau mulai pukul 21.00 WIB di link ini.

5. Kiai Ahmad Nadhif Abdul Mudjib. Langsung saja disimak di sini.

6. Kiai Muqorrobin Alazizst. Setiap bakda tarawih di sini.

7. Kiai Zaenal Maarif. Juga setiap bakda tarawih di sini.

8.Kiai Kuswaidi Syafiie. Kiai yang disebut oleh Gus Ulil sebagai "Pensyarah ajaran Ibn Arabi terbaik yang ada di medsos". Langsung saja disimak di sini.

9. KH. Mohamad Arja Imroni. Kiai yang juga dosen di UIN Walisongo posonan tahun ini membaca kitab tafsir. Langsung saja disimak di sini.

10. KH M Kholid Syeirazi. Beliau merupakan Sekjen ISNU. Langsung saja disimak di sini.

Mohon maaf untuk yang nomor 5, 6 & 7 gak ada reviewnya sama sekali soalnya saya juga kurang kenal sama beliau berdua. Saya posting di sini karena beliau orang NU dan membuka pengajian kitab. Hehehe. 
Sementara cuma itu kiai-kiai yang live streaming selama bulan puasa. Kalau ada yang mau menambahkan silakan tulis di komentar.
Buat para jomlo, siapkan kuota yang banyak untuk menyimak pengajian-pengajian mereka. Apa? Kamu gak punya kuota? Sini tak ajarin caranya bisa internet gratis. Hahaha.
Manfaatkan Ramadan dengan mengaji. Mumpung ada Kiai besar yang live streaming. Daripada puasamu hanya dihabiskan untuk mbibrik orang yang belum jelas mau sama kamu. Mending buat ngaji, dapat pahala dan ilmu. Lumayan juga untuk melupakan mantan yang mau menikah setelah lebaran.
Lho, kok malah curhat!

Pict: kata-kata mantan teroris Bali. Copas dari fanpage Generasi Muda NU


Rabu, 16 Mei 2018

Tarawih

Dalam sejarahnya, Kanjeng Nabi memang hanya pergi tiga hari saja ke masjid untuk shalat terawih. Itupun hanya dilakukan pada tanggal 23, 25, dan 27 Romadhon saja. Shalat yang dikerjakannya pun hanya sampai 8 rakaat saja. Adalah Umar bin Khattab yang menjadikan shalat terawih 20 rakaat (belum termasuk witir) seperti sekarang ini. Kemudian Umar bin Abdul Aziz malah menambahkan jumlahnya menjadi 36 rakaat.

Tentang berapa jumlah rakaat shalat terawih yang sebenarnya memang rumit, serumit hubunganmu dengan gebetanmu lah. Uhuukk.

Awalnya memang Nabi hanya shalat terawih 3 hari saja masing-masing 8 rakaat. Nabi melakukannya karena khawatir shalat yang sedang dikerjakannya dianggap sebagai kewajiban oleh umatnya. Hal ini karena Nabi sudah memprediksi umatnya akan keberatan melaksanakannya (apabila diwajibkan). Mungkin Nabi sudah tahu bahwa di jaman akhir banyak mal-mal megah dibangun ditambah dengan diskon besar-besaran menjelang idul fitri yang pasti akan sangat sulit ditolak oleh ibu-ibu. Belum lagi pasar malam yang berisi aneka permainan dan cewek-cewek yang uuuwwwuuu yang kamprernya dibuka pas bulan Ramadhan. Belum lagi aneka ajakan bukber yang terkadang lokasinya jauh dari masjid sehingga mau terawih juga malas. Pokoknya terawih itu berat kalau diwajibkan.

Setelah 8 rakaat shalat terawih di masjid, Nabi kemudian pulang diikuti para sahabatnya. Namun, dalam riwayat disebutkan bahwa Nabi dan para sahabat tetap melanjutkan shalat terawih sampai dua puluh rakaat. Hal ini dapat dibuktikan dari rumah-rumah para sahabat yang mengeluarkan suara gemuruh, seperti gemuruhnya suara lebah.

Kemudian shalat terawih sempat break beberapa tahun lamanya. Nah, kan, sama seperti hubunganmu dengan gebetan yang sempat break juga.

Umar bin Khattablah yang kemudian menghidupkan kembali sunnah ini. Akan tetapi dengan langsung menjalankannya 20 rakaat dan dilakukan secara berjama'ah di masjid. Umar menunjuk Ubai bin Ka'ab sebagai imam. Mengingat hal ini tidak pernah dilakukan sebelumnya oleh Nabi, Umar menyebutkan bahwa jika ini bid'ah, maka inilah ni'matul bid'ah (sebagus-bagus bid'ah).

Adapun 36 rakaat yang dikerjakan oleh Umar bin Abdul Aziz dikarenakan beliau menjalankan terawih di Madinah, sedangkan saat itu di Masjidil haram setiap 4 rakaat shalat terawih selesai dilakukan thawaf satu kali. Thawaf hanya bisa dilakukan di Masjidil Haram sehingga Umar bin Abdul Aziz mengganti setiap thawafnya dengan 4 rakaat.

Sabtu, 12 Mei 2018

Posonan

Sepanjang ingatan saya, selama bulan Romadhon, pondok kami selalu membacakan kitab-kitab yang membahas tentang pernikahan. Dulu saya masih ingat pernah mengaji kitab Adabuzzifaf. Tradisi ini berlangsung dari tahun ke tahun dengan kitab yang berbeda-beda hingga sekarang kitab yang dikaji adalah Uqudul Lujain. Ini berarti bagus. Mengapa? Karena alumni dari pondok kami seharusnya tidak ada masalah ketika kelak menikah besok. Kami sudah tahu hak-hak dan kewajiban masing-masing sebagai suami istri bahkan sejak kami belum melaksanakannya.

Persoalan hak dan kewajiban suami istri itu paling penting. Akan tetapi, kebanyakan orang justru tidak menyadarinya. Mereka menikah tanpa tahu apa saja yang harus dilakukan sebagai pasangan suami istri. Hal inilah yang kadang menjadi sumber konflik antara suami istri.

Suami, misalnya, wajib memberikan mahar kepada istrinya. Apalagi bagi istri yang sudah dikumpulinya, kewajiban membayar mahar tidak boleh ditunda-tunda lagi. Suami juga wajib memberikan nafkah dan tempat tinggal yang layak bagi istrinya, menggaulinya dengan cara yang baik, tidak boleh melakukan kekerasan dan tidak boleh menghina istrinya.

Istri wajib taat kepada suami. Bagaimanapun juga, suami adalah pemimpin rumah tangga, sehingga seberapa tinggi pangkat istri atau seberapa besar penghasilannya suami tetaplah yang menjadi nahkoda rumah tangga. Istri juga harus selalu bersedia digauli, kecuali ada halangan syari, meskipun sedang tidak mood (dalam literatur klasik bunyinya memang seperti itu dan sekarang sudah banyak diprotes oleh aktifis gender hahaha). Istri juga sebenarnya tidak boleh keluar rumah tanpa ijin dari suami. (Wes ah semene wae pembahasan kewajiban-kewajiban, ndak ono seng protes: "halah koe wae durung nglakoni kok leeeeee". Wkwkwkwk)

Jangan pernah berharap literatur kitab kuning akan membahas tentang seks. Pembahasan dalam pernikahan tidak melulu soal seks saja. Nikah ya nikah. Seks adalah soal lain. Apakah ada pernikahan tanpa seks atau seks yang tidak berkualitas? Banyak. Apakah ada seks tanpa nikah? Itu malah lebih banyak lagi. Kalau mau tahu tentang seks ya jangan baca dari literatur kitab kuning yang beredar di pesantren (tentu saja ada kitab yang membahas tentang itu tapi biasanya tidak dibacakan secara umum. Hanya santri yang betul-betul pengalaman mutholaah berbagai kitab saja yang tahu), tapi baca saja kamasutra. Seingat saya dalam kitab Uqudul Lujain hanya dibahas tiga posisi seks. Satu disunahkan, dua dilarang. Selebihnya ya hanya membahas tentang seluk beluk rumah tangga.

Yang jadi persoalan saya pada kitab yang disajikan dalam posonan kali ini adalah dibacakannya kitab al-Adzkar karya Imam Nawawi. Bukannya gimana-gimana ya, tapi Imam Nawawi itukan salah satu ulama yang sepanjang hayatnya menjomblo. Bahkan nih saya kasih tahu yaaa, sang imam sendiri ketika ditanya mengapa beliau tidak menikah beliau malah menjawab "Ma huwa nikah? Nikah iku makhluk opo to rek? Syaghaltu birobbi. Aku wes sibuk karo Pangeranku jeeeee". Lho, piye jhal?????? Esuk ngaji perkoro nikah maleh semangat anggone golek jodo, eeeeeee bengine malah ngaji kitab seng pengarange wae njomblo selawaseeeee. Ter-la-lu.

Etapi ini malah bagus nding. Mengingat sebentar lagi lebaran dan pasti ada saja mahluk kampret yang bertanya mengapa belum nikah-nikah juga tinggal jawab saja: "Saya terinspirasi dari Imam Nawawi yang menghabiskan seluruh hidupnya untuk beribadah pada Allah".

Batasan Membasuh Wajah

Salah satu rukun wudhu adalah mengusap kepala Meski ayat yang digunakan sebagai dalil membasuh wajah itu sama yakni wamsahu bi ru'usikum ulama berbeda pendapat tentang batasan mengusap kepala.

Kata ru'usikum di sini artinya adalah kepala. Namun batas kepala yang wajib dibasuh terdapat perdebatan.

Imam Syafii meyakini cukup sebagain dari kepala saja yang dibasuh agar wudhunya sah. Walaupun itu cuma sehelai rambut saja. Tidak perlu seluruh kepala dibasuh agar sah. Membasuh seluruh kepala hukumnya hanya sunah.

Adapun Imam Hanafi berpendapat bahwa batas sah wudhu adalah membasuj semua kepala dari depan sampai belakang. Bila dilakukan di bawah batas itu hukum wudhunya tidak sah.

Logika Imam Syafii ini-yang memberi batasan membasuh "kepala" cukup dengan sebagiannya saja- akan nampak benar apabila diterapkan dalam persoalan batalnya salat karena memakan makanan. Seperti yang kita ketahui, memakan makanan dapat membatalkan salat. Kata "makanan" di sini tidak mungkin dimaknai dengan makanan sepiring nasi komplit dengan lauk pauk dan minumannya, tapi cukup dengan sebutir nasi atau makanan lainnya meskipun sedikit yang masuk ke tenggorokan saja sudah dapat membatalkan salat. Masuk akal. Siapa juga yang ketika salat masih sempat makan sepiring nasi rendang.
Kata "makanan" di sini tidak dimaknai seporsi makanan komplit tapi cukup dengan sebagian makanan saja. Sama seperti Imam Syafii yang memberikan batasan "kepala" tidak seluruh kepala melainkan sebagiannya saja.

Akan tetapi logika Imam Syafii ini akan nampak tidak masuk akal apabila diterapkan dalam kasus kesunahan menyuguhi makanan pada tamu. Tidak mungkin "makanan" yang disuguhkan hanya sebatas sebutir nasi saja kan?. Pastinya makanan yang disuguhkan itu adalah full seporsi makanan. Nasinya ya sepiring lengkap dengan lauk pauknya plus minumannya. Dalam kasus ini justru yang masuk akal adalah logika yang ditetapkan oleh Imam Hanafi. Menyuguhkan makanan ya berarti seporsi makanan itu sendiri. Sama dalam hal wudhu, membasuh kepala ya semua kepala.

***

Apa yang bisa kita dapatkan dari analogi itu adalah bahwa kebenaran bagaimana pun juga tidak pernah bersifat tunggal. Benar dalam satu kasus belum tentu benar biladiterapkan dalam kasus yang lain. Pendapat kedua ulama di atas adalah bukti bahwa kebenaran itu beraifat heterogen.

Akhir-akhir ini umat ada sebagian umat islam, saya sebut sebagian karena sebenarnya jumlah mereka tidak terlalu banyak namun mereka sering kali mengklaim mewakili semua umat Islam yang ada di Indonesia, yang getol menyuarakan agar umat Islam bersatu dalam satu kelompok. Ini jelas tidak mungkin karena kenyataan sejarahnya umat Islam tidak pernah satu. Satu persoalan saja ada begitu banyak opsi dari ulama. Apalagi soal-soal lain yang begitu luas seperti masalah politik dan lain-lain. Tidak bisa kita memaksakan kehendak kita.

Tarling: Akulturasi Dini Santri

Sebuah Refleksi. Setiap ramadan tiba, pesantren kami (Al-Munawwir, Gringsing) melakukan kegiatan yang mungkin tidak dilakukan pesantren lai...